Jumat, 07 Mei 2010

Makin Modern, Pacaran Makin Murahan

PADA ZAMAN orang tua kita masih muda dulu, pacaran dilakukan oleh mereka yang sudah dewasa dan siap menikah. Bahkan di zaman kakek nenek kita, tak pernah ada kamus pacaran karena biasanya mereka sudah dijodohkan oleh orang tua masing-masing. Nah, di zaman sekarang yang semakin modern dan canggih ini, fenomenanya makin kacau karena anak-anak SD pun sudah banyak yang berpacaran.

Pacaran bagi anak bau kencur alias masih sangat kecil ini aneh bin ajaib. Gimana enggak, kalo sekadar ngobrol berdua di halaman sekolah saja sudah dibilang pacaran. Suka dari jarak jauh alias tak pernah diungkapkan langsung kecuali kepada teman dekat, juga sudah dibilang pacaran. Sampai-sampai Cuma pinjam buku sekolah ke teman satu kelas, juga disebut-sebut sebagai pacaran.

Itu satu hal. Di sisi lain ada juga anak SD yang pacarannya sudah tak kalah sama kakak-kakaknya. Ada yang pegangan tangan, berduaan bahkan tak jarang ada yang berani mencium lawan jenis yang disebutnya pacar tadi. Waduh….parah nih! Bahkan ada salah seorang anak TK yang bilang begini ke ibunya, “Ibu, saya mau ke rumah pacar saya.” Jelas saja si ibu kaget. Ketika ditanya lebih lanjut, ternyata yang disebutnya pacar adalah teman laki-lakinya satu kelas dan ingin main ke rumah anak laki-laki ini.

Itulah sekilas tentang perkembangan pacaran baik istilahnya maupun aktivitasnya yang makin mengalami pergeseran makna. Bukan makna saja yang tergeser, tapi moral generasi sekarang bahkan mulai dari usia anak-anak sudah mengalami penurunan. Kalo diperhatikan, peran media terutama TV sangat besar untuk mengajak anak-anak kecil dan remaja melakukan aktivitas pacaran. Film Doraemon yang berbentuk kartun saja, mengajari hal-hal serupa ini. Nobita akan jumpalitan menarik perhatian Shizuka agar mau jadi pacarnya. Begitu juga Donald Bebek dengan Desy bebek, dll. Belum lagi sinetron kacangan di TV yang menayangkan tema serupa, kian membuat adik-adik kita mahir pacaran.

Pacaran diimpor ke Indonesia dari kebudayaan barat yang mayoritas non muslim. Di sana istilah dating, getting steady, girlfriend, boyfriend, jadi kosakata umum yang bahkan anak SD pun sudah sangat tahu maknanya. Tak jarang anak-anak SD ini sudah punya pacar dan direstui oleh orang tua masing-masing. Satu sama lain saling berkunjung kemudian si anak SD saling mojok berdua. Film-film yang menayangkan adegan-adegan seperti ini juga makin banyak. Dengan makin berkembangnya teknologi, import budaya ini kian lancar.

Anak-anak SD sudah pegang HP, fasih internet, dan nonton CD atau DVD dari rentalan makin marak. Film-film kartun saat ini juga tak lagi steril dari adegan mesum. Jadilah generasi muda bahkan generasi kecil ini makin rusak dan menggampangkan yang namanya gaul bebas dengan judul pacaran. Orang tua yang sibuk bekerja, kakak-kakak yang juga sibuk sekolah atau bahkan pacaran sendiri, membiarkan adik-adik kecil ini tanpa pengawasan. Bila sudah begini, musuh-musuh Islam tertawa dan tinggal menunggu kehancuran sebuah generasi Islam.

1 komentar:

  1. kaya di iklan permen sob, deket dikit di bilang "ciiieeeee"
    haha

    BalasHapus

Mengkritik tidak berarti menentang,setuju belum tentu mendukung,menegur tidak bermakna membenci,berbeda pendapat adalah kawan berpikir yang baik